RAWA DANO, TERBENTUK AKIBAT LETUSAN GUNUNG API PURBA

Sumber Gambar :

RAWA DANO, TERBENTUK AKIBAT LETUSAN GUNUNG API PURBA

Oleh : Tata Henda

Rawa Dano adalah sebuah morfologi atau bentang alam pedataran berupa rawa seluas tidak kurang dari 2.500 hektar yang dikelilingi oleh perbukitan dan pegunungan, terletak di bagian barat Kabupaten Serang. Di dalam kawasan tersebut terdapat sebuah ekosistem yang terjaga kelestariannya, dihuni oleh tidak kurang dari 250 spesies burung dan banyak fauna lainnya seperti reptilia, primata dan aneka jenis flora, dimana diantaranya terdapat jenis-jenis fauna dilindungi seperti julang, elang, bango tongtong, lutung dll. Kawasan ini telah lama ditetapkan sebagai cagar alam dan saat ini dikelola oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kementerian Kehutanan (sekarang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan).

Lokasi Rawa Dano berada sekitar 15 km dari kota Serang, terakses melalui jalan alternatif yang cukup baik antara Serang-Mancak-Pantai Anyer di bagian utara atau Serang-Pabuaran-Padarincang-Pantai Anyer di bagian selatan, sehingga hamparan cagar alam rawa tersebut mudah ditempuh dengan kendaraan roda empat, sedangkan untuk dapat menjelajahinya bisa dengan menyusuri S. Cidano dengan menggunakan perahu yang banyak terdapat di sebuah kampung yang berada dalam kawasan, Desa Cikedung, Kecamatan Mancak.

Penjelajahan sungai Cidano, sangat menarik untuk kegiatan pariwisata minat khusus seperti ekowisata dimana dapat disaksikan keindahan lansekap rawa berikut kehadiran flora dan faunanya. Sementara dari beberapa titik pinggiran jalan antara Gunungsari-Mancak pada jalur gawir pinggiran Rawa Dano terutama sekitar Kp. Panenjoan, Kec. Mancak, biasa disinggahi untuk menikmati keindahan pemandangan hamparan rawa yang luas. Hanya saja pemanfaatan potensi Rawa Dano dan sekitarnya untuk kegiatan pariwisata masih belum berkembang.

Panorama Cagar Alam Rawa Dano dengan latar belakang sebagian dari Cagar Alam Gunung Tukung-Gede.

Jejak Gunung Api Purba

Fakta geologi menunjukkan bahwa batuan disekeliling Rawa Dano merupakan produk gunung api, baik berupa batuan hasil pembekuan dari lava, atau endapan batuan yang terlontar saat terjadinya erupsi gunung api seperti breksi gunung api, lapilli, tuf atau endapan lahar. Sementara endapan di area Rawa Dano yang berupa hamparan rawa dan persawahan tersusun oleh kerikil, pasir, lempung dan lumpur yang bahannya juga merupakan hasil rombakan dari batuan gunung api. Selain itu, sebagai bukti aktifitas gunung api yang secara umum dapat lebih difahami adalah dengan keterdapatan beberapa sumber mata air panas di daerah Rawa Dano dan sekitarnya seperti di Desa Batukuwung, Desa Citasuk, Kecamatan Padarincang, juga di Desa Cikedung, Kecamatan Mancak dll. (Gambar 3). Sumber-sumber mata air panas itu adalah bentuk manifestasi panas bumi yang berasal dari kegiatan magmatik di bawah permukaan, baik sebagai gunung api masih aktif maupun sedang dalam proses pembekuan magma yang berupa pelepasan panas ke permukaan dengan perantaraan siklus air meteorit atau air tanah.  

Berdasarkan hasil penelitian para ahli geologi dapat disimpulkan bahwa batuan paling tua yang tersingkap di Kawasan Rawa Dano dan sekitarnya adalah batuan gunung api berumur akhir zaman Tersier hingga awal zaman Kuarter, pada kala Pliosen-Plistosen. Batuan tertua ini dimamai sebagai Basal Batukuya-Anakanakan (QTvba) yang tersusun dari aliran lava basal (Rusmana dkk., 2001). Batuan ini tersingkap di bagian barat Rawa Dano membentuk perbukitan rendah dengan puncak-puncaknya, yaitu G. Batukuya (245 m), G. Bentung (232 m) dan G. Anakanakan. Kemudian kemudian disusul oleh aktifitas gunung api yang semakin dominan di kawasan ini dengan hadirnya gunung api purba besar pada awal Kala Plistosen atau sekitar 2 juta tahun yang lalu, berpusat di Rawa Dano, sehingga mungkin bisa disebut sebagai Gunung Api Dano Purba. Aktivitas gunung ini secara umum terbagi dalam dua periode letusan utama, yaitu periode Gunung api Dano Tua dan Gunung api Dano Muda.

Periode gunung api Dano Tua yang diduga terjadi pada awal Kala Pleistosen atau sekitar 2 juta tahun yl., saat ini menyisakan morfologi perbukitan  memanjang dengan tepian membentuk gawir atau tebing terjal di bagian utara Rawa Dano, puncak-puncak gunungnya dinamai G. Galenggang (655 m) dan G. Sarengan (711 m), material penyususnnya disebut sebagai Batuan Gunungapi Galenggang-Sarengan (Qvgs) yang terdiri atas aliran lava basalt dan breksi gunung api (Rusmana, dkk.,2001). Material yang terlontar saat erupsi G. Dano Tua disebut sebagai Tuf Banten Bawah (Qvlb) tersebar di sebelah barat dan baratdaya Rawa Dano. Litologi penyusunnya terdiri atas breksi tuf, breksi batuapung, tuf lapilli dan sedikit aglomerat (Rusmana dkk., 2001). Sedangkan periode gunung api Dano Muda diperkirakan terjadi pada Pleistosen Tengah – Akhir atau sekitar 1 juta tahun yl.,  menyisakan morfologi pegunungan yang kini tersebar di sebelah baratlaut Rawa Dano dengan beberapa kerucut seperti G. Gede (774 m), G. Tukung (702 m) G. Pabeasan (588 m) dan beberapa puncak bukit lain dengan ketinggian 400 hingga 680 m., penamaan litologi untuk satuan ini disebut sebagai Batuan Gunungapi Gede-Pabeasan (Qvgp). Litologi penyusunnya berupa lava andesit-basalt dan breksi gunung api (Rusmana dkk., 2001). Adapun material halus yang terlontar dari erupsi G. Dano Muda tersebar sangat luas menutupi sebagian besar wilayah Kabupaten Serang, Kota Cilegon bagian selatan dan bagian barat Kabupaten Tangerang. Material ini disebut sebagai Tuf Banten Bagian Atas (Qvtb) ( S. Santosa, 1991; dalam Peta Geologi Lembar Anyer) atau Tuf Banten (Qpvb) (Rusmana, dkk, 1991, dalam Peta Geologi Lembar Serang), secara litologi, tuf Banten tersusun oleh tuf, tuf berbatu apung dan pasir tufan (Gambar 4). Dalam peta geologi yang lebih rinci Lembar Padarincang-Anyer dengan skala 1 : 50.000 disebut sebagai Tuf Banten atas (Qvub) yang uraian litologinya tersusun dari tuf batuapung, tuf litik, tuf Kristal, tuf pasiran dan breksi batuapung, berlapis tebal sampai massif di bagian bawah dan berlapis baik dengan struktur silang siur di bagian atas (Rusmana dkk., 2001). 

Dari keterangan keadaan geologi tersebut yang menyebutkan bahwa sebagian besar jenis batuan yang berada di Rawa Dano dan sekitarnya adalah batuan hasil kegiatan gunung api, maka sejarah terbentuknya rawa tersebut dapat di uraikan secara ringkas sebagai berikut :

Sekitar dua juta tahun yang lalu tumbuh dan berkembang kegiatan vulkanik didaerah ini, memunculkan morfologi kerucut gunung api yang cukup besar, diikuti dengan periode erupsi yang cukup panjang, menghasilkan endapan batuan yang tersebar dalam radius tidak begitu luas disebelah barat Rawa Dano, umumnya berupa aliran lava dan aliran piroklastik. (Gambar 5).  Akhirnya periode letusan yang sangat besar diperkirakan terjadi pada akhir Kala Pleistosen atau kurang dari satu juta tahun yang lalu, melontarkan material volkanik dalam jumlah sangat besar. Endapan piroklastik yang dihasilkan menutupi wilayah yang sangat luas meliputi sebagian besar wilayah Kabupaten Serang hingga ke wilayah Kabupaten Tangerang bagian barat. Peristiwa letusan tersebut diduga menghancurkan hampir seluruh tubuh gunung api, sehingga menghasilkan sebuah kaldera yang sangat besar seluas lebih dari 2.500 ha. (Gambar 6). Kaldera ini mungkin lebih besar dari yang tampak sekarang karena bibir kaldera tidak terlihat secara utuh disebabkan sebagian telah ditutupi oleh endapan hasil gunung api yang lebih muda dan kerucut gunung api yang tumbuh kemudian seperti Gunung Parakasak di bagian selatan dan juga Gunung Karang yang berada di sebelah tenggara dari kaldera ini dimana aliran lava dan breksi gunung api  menutupi bagian dari kaldera (Gambar 7). Sedangkan di sebelah utara bagian dari kerucut gunung api purba tersebut hanya menyisakan beberapa tonjolan yang tadinya mungkin merupakan lereng dari gunung tersebut. Salah satu contoh bagian pinggiran kaldera yang dapat dilihat adalah di sebagian ruas jalan antara Gunungsari-Mancak di kampung Panenjoan yang merupakan sebuah punggungan, diapit oleh lereng yang agak landai di bagian utara dan tebing curam di sebelah selatan (Gambar 8).

Kaldera Gunung Dano yang sangat luas tersebut diduga kemudian terisi air meteorit selama ribuan tahun sehingga menjadi sebuah danau sebagaimana Danau Gunung Batur di Bali. Selanjutnya danau menjadi semakin dangkal karena terendapkannya material gunung api dan piroklastik yang dihasilkan oleh aktivitas vulkanik yang terus berlanjut dan akhirnya proses geologi lain membuat celah dimana air tersebut lolos ke arah Selat Sunda melalui sungai Cidano sehingga terjadi kondisi Rawa Dano sekarang (Gambar 9). Bukan tidak mungkin dalam proses selanjutnya Rawa Dano akan berubah menjadi dataran yang hanya menyisakan aliran sungai Cidano ditengahnya sebagaimana dataran tinggi Bandung yang dibelah sungai Cikapundung dan Citarum.

 

Penutup

Dari ulasan geologi singkat diatas maka Kawasan Rawa Dano cukup menarik untuk dijadikan suatu obyek penelitian, khususnya dalam rangka mengungkap proses terjadinya rawa yang semula diduga merupakan sebuah gunung api besar. Untuk menngetahui sejarah pembentukan Rawa Dano secara lebih rinci maka diperlukan tidak hanya  penelitian kebumian, manun juga pelestarian alam sehingga data-data dan jejak proses alam yang masih tersembunyi tidak hilang tetapi tetap tersimpan, agar suatu pada waktu bisa ditemukan oleh para peneliti. Salah satu konsep pengelolaan Kawasan Rawa Dano yang mempunyai prospek sangat baik bagi daerah kawasan dan sekitarnya adalah pengembangan geowisata dan pengembangan geopark atau Taman Bumi, yang memiliki konsep pengelolaan kawasan terintegrasi antara keragaman geologi (geodiversity) keragaman hayati (biodiversity) dan keragaman budaya (cultural diversity).

Pengembangan geopark akan memberikan manfaat yang sangat luas meliputi pelestarian lingkungan, budaya, pemberdayaan masyarakat sehingga akan berpengaruh pada peningkatan ekonomi kawasan dan sekitarnya. Oleh karena itu perlu untuk dilakukan kajian yang sungguh-sungguh dengan melibatkan semua pihak terkait untuk dapat menghasilkan sebuah konsep deliniasi kawasan yang akan dikembangkan. Kajian tersebut meliputi wilayah yang cukup luas karena secara geologi diyakini bahwa pembentukan Rawa Dano terkait erat dengan pegunungan yang ada disekitarnya termasuk wilayah pegunungan Akarsari (Aseupan-Karang-Pulosari). Begitupun untuk aspek keragaman hayati, selain yang ada dalam kawasan Cagar Alam Rawa Dano, juga pegunungan Akarsari, termasuk didalamnya Taman Hutan Rakyat (Tahura) Carita. Sedangkan untuk memenuhi aspek budaya perlu melakukan kajian warisan kebudayaan serta sejarah peradaban yang berada dikekitarnya mulai dari beberapa situs purbakala di bagian selatan seperti Situs Cihunjuran hingga bagian utara dimana terdapat Situs Kasultanan Banten. 


Share this Post