RAWA DANO; SEBUAH KALDERA GUNUNG API PURBA

Sumber Gambar :

RAWA DANO; SEBUAH KALDERA GUNUNG API PURBA

(oleh : Tata Henda)

 

Rawa Dano adalah sebuah kawasan rawa yang sangat unik, karena merupakan satu-satunya “rawa pegunungan” yang ada di Pulau Jawa, kawasan ini meliputi luas 3500 hektar. Secara administratif, Rawa Dano terletak di wilayah Kecamatan Padarincang, Kecamatan Mancak, Kecamatan Gunungsari dan Kecamatan Cinangka Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Kawasan ini hampir keseluruhannya merupakan cagar alam yang dikelola oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dibawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sebagian lainnya di bagian selatan merupakan wilayah pusat kota Kecamatan Padarincang, pemukiman dan pesawahan, bahkan dalam kawasan cagar alam sendiri terdapat perkampungan cukup besar, termasuk wilayah Desa Cikedung, Kecamatan Mancak. Kawasan ini juga ditunjang oleh daerah konservasi pegunungan, yaitu Cagar Alam Gunung Tukung-Gede, sehingga kelestarian lingkungannya lebih terjaga.

Lokasi ini dari Kota Serang terakses oleh jalan raya Palima-Cinangka di sebelah selatan, dan jalan raya Taktakan-Anyer di utara. Sedangkan untuk menjelajahi kawasan rawa dapat ditempuh dengan perahu yang tersedia di Desa Cikedung, Kecamatan Mancak setelah terlebih dahulu mendapat izin dan dipandu oleh petugas dari BKSDA.

Aneka tumbuh-tumbuhan dan satwa langka yang dilindungi terdapat dalam kawasan ini, seperti berbagai jenis pepohonan hutan seperti gempol, jajawai, rengas hingga kantong semar. Kemudian berbagai jenis mamalia langka yang dilindungi seperti lutung, surili, kucing hutan hingga berbagai jenis burung yang kecil hingga besar seperti bangau tongtong, elang ruyuk (Sunda = heulang) bahkan burung rangkong badak yang lebih dikenal masyarakat Jawa bagian barat sebagai julang.

Morfologi kawasan ini berupa sebuah hamparan rawa yang dikelilingi oleh rangkaian perbukitan dengan kemiringan lereng sedang hingga sangat terjal, di tengah terdapat sebuah aliran sungai utama yaitu sungai Cidano.  Lereng terjal dimaksud terutama berupa gawir di tepian danau yang berada disisi utara. Salah satu lereng terjal ini berada di Panenjoan, Kecamatan Gunungsari, salah satu tempat terbaik untuk melihat panorama indah hamparan Rawa Dano.

Gambar 1. Panorama yang cantik kawasan Rawa Dano tampak dari Panenjoan, Kecamatan Gunungsari, Kabupaten Serang (foto dok. penulis, 2017).

 

Dari sisi ilmu pengetahuan kebumian (geologi), kawasan Rawa Dano juga sangat menarik, karena diyakini merupakan sebuah kaldera dari sebuah gunung api purba yang diduga aktif pada awal Zaman Kuarter Kala Pleistosen (menurut skala waktu geologi) atau sekitar 2 hingga 1 juta tahun yang lalu. Hal ini dicirikan dengan jenis litologi yang terdapat di kawasan Rawa Dano dan sekitarnya, dimana semua endapan batuan yang ada merupakan produk aktifitas gunung api berupa batuan gunung api dan batuan endapan piroklastik yang berumur hampir sama (Kala Pleistosen), kemudian di bagian selatan tertutup oleh batuan hasil gunung api yang lebih muda (Holosen), terutama dari Gunung Karang.

Pada batuan berumur Plistosen, batuan gunung api terdiri atas beberapa kelompok batuan yang di namakan menurut dugaan nama gunung yang menghasilkan batuan tersebut, masing-masing adalah :

  1. Batuan Gunung api Danau Tua (Qpd) yang terdiri atas lava aliran bersusunan andesit atau basal, yang terkekarkan, breksi gunung api dan tuf (S. Santoso, 1991). Batuan ini tersebar di tepian Rawa Dano bagian barat, membentuk kerucut Gunung Batukuya (246 m dpl.), juga di sebelah barat dan selatan kota Kecamatan Padarincang.
  2. Batuan Gunung api Kamuning (Qpvk), terdiri atas andesit dan basal piroksin yang pecah-pecah (Rusmana dkk, 1990). Batuan ini tersebar di tepian bagian utara dan timur dari Rawa Dano.
  3. Batuan Gunung api Danau Muda ((Qvd), terdiri atas lava aliran bersusunan andesit-basal yang terkekarkan, breksi gunung api dan tuf (S.Santoso, 1991). Batuan ini tersebar di sebelah baratlaut dari Rawa Dano, membentuk pegunungan dengan beberapa kerucut, seperti G.Pabeasan (576 m), G. Merak (541 m), G. Sembung (447 m), G. Tukung (705 m), G. Gede (744 m), G. Serengean dan G. Jumungkul (192 m).

Sedangkan batuan piroklastik secara umum dibedakan ke dalam 2 (dua) kelompok batuan yang diduga berbeda periode letusan, yaitu Tuf Banten Tua (S. Santoso, 1991) dan Tuf Banten Muda (S. Santoso, 1991; Rusmana dkk., 1991)., masing-masing :

  1. Tuf Banten Bawah (Qptb), terdiri atas tuf, breksi, aglomerat, tuf batu apung, tuf lapilli dan tuf pasiran. Kelompok batuan ini penyebarannya tidak terlalu luas, menutupi bagian utara dan barat Rawa Dano.
  2. Tuf Banten Atas (Qvtb); bagian atasnya tersusun dari tuf sela, tuf batu apung dan tuf pasiran, sedangkan bagian bawahnya tersusun dari tuf hablur, tuf lapilli berbatu apung, tuf kaca dan sisipan tuf lempungan (S. Santosa, 1991). Pada Peta Geologi Lembar Serang yang dipetakan oleh Rusmana dkk. (1991) kelompok batuan ini disebut sebagai Tuf Banten (Tpvb) yang secara umum tersusun dari tuf, tuf batu apung dan batupasir tufan. Sebaran Tuf Banten Atas mencakup wilayah yang sangat luas, di sebelah barat menutupi wilayah yang cukup luas di pesisir barat, bagian tengah dan timur Kabupaten Serang, Sebagian wilayah Kota Cilegon, Sebagian besar wilayah Kota Serang, Bagian utara Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan bagian selatan.

Bagian cekungan Rawa Dano sendiri satuan litologinya disebut sebagai Endapan Rawa Danau (Qr) yang terdiri atas kerikil, pasir, lumpur dan lempung yang semuanya merupakan hasil erosi dan pelapukan dari batuan gunung api (S. Santosa, 1991). Sedangkan Rusmana dkk., mengelompokan endapan Rawa Dano sebagai endapan alluvial (Qa).

Gambar 2. Peta Geologi daerah Rawa Dano dan Sekitarnya. Disunting dari Peta Geologi Skala 1 : 100.000 Lembar Anyer (S. Santoso, 1991) dan Peta Geologi Skala 1 : 100.000 Lembar Serang (Rusmana dkk., 1991).

Keadaan litologi yang terdapat disekitar Rawa Dano sebagaimana diuraikan diatas, cukup menunjukkan bahwa Rawa ini merupakan kaldera yang dibentuk oleh sebuah gunung api yang sangat besar pada kisaran umur sekitar 2 hingga 1 juta tahun yang lalu, dimana puncak atau klimaksnya terjadi sekitar beberapa ratus ribu hingga 1 juta tahun yang lalu dengan sebuah letusan hebat dimana material letusannya yang berupa tuf batu apung terlontar hingga daerah Maja, Kabupaten Lebak yang berada sejauh lebih dari 50 km dari pusat letusan, bahkan lebih jauh lagi hingga Tangerang Selatan. Dari singkapan batuan yang dijumpai di sekitar Anyer (daerah Karangbolong) yang berjarak sekitar 8 km dari Rawa Dano, litologi Tuf Banten tersusun dari tuf breksi berbatuapung dengan material fragmen batuan beku dan batu apung. Sedangkan pada singkapan di daerah Maja yang berjarak 50 km dari Rawa Dano, tampak litologi tersusun dari tuf dan fragmen batu apung (Gambar 3).

Gambar 3. Endapan Tuf Banten : Tuf breksi berbatu apung, tersingkap di Karangbolong, Anyer (kiri) dan Tuf Batu apung, tersingkap di Maja, Kabupaten Lebak (kanan). Foto dok, penulis.

Dari keadaan morfologi dan litologi daerah sekitar Rawa Dano, secara umum dapat disimpulkan secara garis besar bahwa di lokasi tersebut pada masa lalu (diperkirakan sejak 1 atau 2 juta tahun yang lalu) terdapat sebuah gunung api besar yang sangat aktif. Aktifitasnya secara garis besar terdiri atas dua periode letusan besar, yang menghasilkan batuan gunung api Danau Tua dengan batuan piroklastik Tuf Banten Bawah dan batuan gunung api Danau Muda dengan batuan piroklastik Tuf Banten Atas. Pada periode terakhir terjadi penghancuran gunung api tersebut sehingga menyisakan kaldera yang besar.

     Gambar 4. Proses terjadinya kaldera : Disebabkan letusan besar sebuah gunung api yang menghasilkan kawah gunung api berdiameter lebih dari 2 km. 

Jejak proses magmatisme dan vulkanisme di daerah ini selain keterdapatan batuan endapan gunung api juga beberapa manifestasi panas bumi berupa mata air panas di sekitar Rawa Dano seperti yang ada di Batukuwung Padarincang, Mancak, bahkan hingga ke daerah Anyer. Selain itu proses magmatisme dan vulkanisme diyakini berlanjut terus setelah hancurnya Gunung api Dano Purba, kemudian tumbuh Gunung Parakasak dan yang paling muda adalah Gunung Karang dan Gunung Pulosari (Kabupaten Pandeglang).

Gambar 5a. Hamparan Rawa Dano dengan latar belakang Gunung Karang (kiri) dan Gunung Parakasak (kanan). Sumber foto : BKSDA Rawa Dano

Gambar 5b. Citra Kompleks Kaldera Rawa Dano dan sekitarnya.

Fenomena geologi yang terdapat di Rawa Dano dan sekitarnya akan sangat menarik apabila dikembangkan sebagai daerah tujuan wisata dengan konsep geowisata atau lebih jauh sebagai Kawasan Geopark atau Taman Bumi seperti yang sedang digalakan oleh pemerintah. Sebagai geodiversity (keragaman geologi), Rawa Dano mempunyai keunikan tersendiri dibandingkan dengan Kaldera Batur yang telah lebih dulu ditetapkan sebagai geopark global oleh Unesco. Apabila Kaldera Batur masih berbentuk sebuah danau, maka  Rawa Dano adalah kaldera yang sudah berkembang lebih lanjut menjadi sebuah rawa pegunungan.

Untuk pengembangan geowisata maupun geopark, maka diperlukan penelitian yang lebih rinci untuk dapat membuka data-data geodiversity (keragaman geologi) karena masih banyak yang belum terjamah dan terekspos secara luas, meskipun beberapa lokasi sekitar Rawa Dano telah mulai dibuka sebagai kawasan wisata alam seperti Curug Cigumawang yang berada di selatan Padarincang.

 

Literatur

  1. Rusmana dkk., 1991, Peta Geologi skala 1 : 100.000 Lembar Anyer, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi
  2. S. Santosa, 1991, Peta Geologi skala 1 : 100.000 Lembar Anyer, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi;
  3. Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Banten, 2013, Laporan Akhir Inventarisasi Potensi Geowisata daerah Banten bagian barat;
  4. Badan Informasi Geospasial (Bakosurtanal), 2012, Peta Rupa Bumi daerah Banten, skala 1 : 25.000;
  5. Media online : Kompasiana, 2014; Merahputih.com, 2016; Dongenggeologi.com.

Gambar 6. Peta Rupa Bumi Daerah Rawa Dano dan sekitarnya, skala 1 : 25.000 (sumber : Badan Informasi Geospasial).


Share this Post