PROGRAM 2.500 DESA BERLISTRIK

Sumber Gambar :

PROGRAM 2.500 DESA BERLISTRIK

Oleh: Maulana Chaidir Malik, ST.

Masyarakat yang berada di Pulau Jawa dan Bali patut bersyukur karena seluruh desa di pulau-pulau tersebut sudah dapat menikmati listrik. Hal kontras bila melihat kondisi saudara sebangsa kita di belahan Indonesia bagian Timur dan Barat. Di Pulau Papua terdapat 2.370 desa yang masih gelap gulita. Provinsi Papua merupakan provinsi yang terbanyak jumlah desanya yang belum terlistriki, yaitu  2.110 desa dan Provinsi Papua Barat di urutan kedua dengan jumlah 260 desa yang belum terlistriki. Di belahan Indonesia Barat, Provinsi Sumatera Utara memiliki 36 desa yang masih gelap gulita.

Kondisi ini tentunya menjadi kewajiban pemerintah pusat maupun daerah untuk dicarikan solusinya agar terwujud pemerataan infrastruktur energi yang layak dengan memberikan peningkatan penghidupan dan kesejahteraan kepada warganya yang belum menikmati listrik sebagaimana amanat UUD 1945 Pasal 27 Ayat (2) yang dinyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak  bagi kemanusiaan.

Undang-undang Nomor 30 tentang Ketenagalistrikan pun mengamanatkan bahwa pembangunan ketenagalistrikan bertujuan untuk menjamin ketersediaan tenaga listrik dalam jumlah yang cukup, kualitas yang baik, dan harga yang wajar dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata serta mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan.

Presiden Jokowi setelah dilantik menetapkan visi Nawacitanya, khususnya pada cita pertama dan ketiga untuk menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara, melalui politik luar negeri bebas aktif, keamanan nasional yang terpercaya dan membangun pertahanan negara Tri Matra terpadu yang dilandasi kepentingan nasional dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim (cita pertama), dan membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan (cita ketiga).

Periode pemerintahan Presiden Jokowi akan berakhir pada tahun 2019, namun masih tersisa ‘PR’ untuk melistriki 2.519 desa yang masih gelap gulita. Sementara itu PT. PLN selaku pemilik wilayah usaha utama di Indonesia menetapkan target penetrasi jaringan di 504 desa hingga tahun 2019, maka akan terdapat 2.015 desa yang masih akan gelap gulita saat Presiden Jokowi berakhir masa baktinya. Oleh karena itu agar dapat meninggalkan legacy (warisan peninggalan) selama kepresidenannya,  diperlukan breakthrough dan shifting policy (terobosan dan kebijakan perubahan) untuk percepatan eletrifikasi di desa-desa yang masih gelap gulita di Indonesia.

Shifting Policy 1 - Kementerian ESDM selaku pembantu presiden dalam rangka menyelesaikan ‘PR’ tersebut melakukan terobosan dengan menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 38 Tahun 2016 tentang Percepatan elektrifikasi di perdesaan belum berkembang, terpencil, perbatasan dan pulau kecil berpenduduk melalui usaha penyediaan tenaga listrik skala kecil. Wakil Menteri ESDM-Arcandra Tahar, sebagaimana dikutip dari kompas.com mengatakan bahwa ini merupakan terobosan untuk memberikan payung hukum guna pemenuhan energi yang lebih berkeadilan, yaitu meningkatkan rasio desa berlistrik Indonesia yang saat ini baru mencapai 91,6 persen.

Selanjutnya pada tanggal 20 – 23 Maret 2017, di Kota Batam, Kepulauan Riau, Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan (DJK) Kementerian ESDM menyampaikan sosialisasi tentang Permen ESDM Nomor 38 Tahun 2016 yang disosialisasikan sebagai Permen UPTLSK (Usaha Pelayanan Tenaga Listrik Skala Kecil) yang tujuan utamanya untuk mendukung program-program di Kementerian ESDM sebagai berikut :

  1. Program penyediaan listrik dengan total kapasitas hingga 50 MW diperuntukkan bagi 2.500 desa yang belum terlistriki yang umumnya adalah desa belum berkembang, desa terpencil, desa di perbatasan dan desa di pulau kecil;
  2. Program percepatan elektrifikasi di perdesaan memanfaatkan penggunaan sumber energi baru terbarukan (EBT) sebagai sumber energi listrik.

Melalui Permen UPTLSK ini, pemerintah daerah melalui BUMD-nya, badan umum swasta dan koperasi dapat berpartisipasi dalam mendukung tugas mulia pemerintah untuk menerangi desa-desa yang masih gelap gulita dengan mengelola suatu wilayah usaha setingkat kecamatan atau distrik.

Shifting Policy 2 - Sehubungan dalam kurun waktu 2 tahun hingga 2019, rencana eksekusi proyek melistriki 504 desa dari PLN dilakukan secara bertahap, baik dari perencanaan, pengadaan, konstruksi sampai dengan COD, maka Kementerian ESDM menetapkan kebijakan menerangi dari pinggiran pelosok negeri dengan Program Pra Elektrifikasi dengan memanfaatkan Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE) yang sasarannya untuk menerangi desa-desa belum berlistrik, utamanya desa yang masih gelap gulita dalam jangka waktu 2 tahun (2017 – 2018).

Dengan LTSHE ini, sambil menunggu penetrasi jaringan PLN, masyarakat di desa yang masih gelap gulita sudah dapat menikmati penerangan lampu berbasis energi dari tenaga surya. LTSHE adalah solusi untuk rumah pedesaan yang secara geografis sangat terisolir dan distribusi penduduknya tersebar serta sulit dijangkau jaringan PLN.

Banyak pihak yang menyangka bahwa LTSHE ini mirip dengan PLTS Tersebar/SHS (Solar Home System) yang umumnya dihibahkan beberapa tahun yang lalu dan dianggap bermasalah pada kehandalan dan perawatannya. Sebaliknya LTSHE yang digelar Kementerian ESDM ini memiliki keunggulan utama yaitu tidak memerlukan baterai konvensional SHS yang sebesar aki mobil dan inverter sehingga jauh lebih efektif, efesien dan minim perawatan.

LTSHE menggunakan lampu yang terintegrasi dengan baterai lithium yang memiliki chip manajemen energi. Dengan teknologi ini, lampu dapat dilepas dari rumahnya untuk dibawa-bawa sebagai penerangan bergerak layaknya senter dan dapat disesuaikan settingan menyalanya dari 6 jam, 12 jam atau yang dapat beroperasi maksimum hingga 60 jam. Selain itu lampunya berteknologi ultra efisien Light Emiting Diode (LED) 3 Watt (setara dengan lampu pijar 25 Watt).

Gambar 1. Program Pra Elektrifikasi dengan memanfaatkan Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE)

Gambar 2. Panel Surya menangkap energi yang terkandung dalam cahaya / sinar matahari, lalu mengubahnya menjadi energi listrik yang kemudian menyimpan energi tersebut di dalam baterai. Listrik yang dihasilkan oleh panel surya disimpan di dalam baterai yang kemudian akan digunakan sebagai energi untuk menyalakan lampu tersebut.

Gambar 3 - Lampu menggunakan teknologi ultra efisien Light Emiting Diode (LED) 3 Watt setara dengan lampu pijar 25 Watt yang terintegrasi dengan Lithium Energy Storage Pack (battery Lithium) dan chip manajamen energy.  Dapat menyala hingga 6 jam, 12 jam atau dapat beroperasi maksimum hingga 60 jam.

Di tahun 2017 ini, Kementerian ESDM menargetkan untuk menerangi 827 desa dengan jumlah penerima 95.729 KK. Rinciannya dapat dilihat pada tabel berikut :

Shifting Policy 3 – Mewujudkan harga listrik yang semakin terjangkau oleh rakyat. Implementasinya adalah dengan program pembangunan listrik pedesaan yang secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut :

Inilah beberapa kebijakan baru di lingkungan Kementerian ESDM yang berdampak terjadinya perubahan kebijakan dari menggenjot peningkatan bauran energi dengan masifnya pembangunan infrastruktur berbasis EBT di berbagai wilayah Indonesia menjadi kebijakan yang fokus dan memprioritaskan penerapan energi berkeadilan agar daerah-daerah yang masih gelap gulita dapat menikmati penerangan dan listrik serta peningkatan rasio elektrifikasi dengan peningkatan melistriki desa dan akomodasi kearifan lokal.

Sumber: Presentasi para narasumber dari Acara FGD Permen No. 38/2016 dan Program 2.500 Desa Belum Berlistrik, Kota Batam, Kepri, 20-23 Maret 2017


Share this Post