KEUNIKAN FOSIL KAYU BANTEN

Sumber Gambar :

KEUNIKAN FOSIL KAYU BANTEN

( oleh : Tata Henda )

 

Banten memiliki fosil kayu yang melimpah dalam bentuk kayu terkersikkan atau orang Banten menyebutnya sebagai Batu sempur. Bahan galian yang menghasilkan industri kreatif ini, ukurannya bermacam-macam mulai yang berupa penggalan kecil berukuran beberapa centimeter hingga yang berupa batang pohon berukuran diameter sampai 1,5 meter dengan panjang sampai puluhan meter dalam keadaan utuh. Warnanya juga sangat bervariasi mulai putih pucat, hitam legam, coklat, kuning, merah atau kehijauan, belum lagi coraknya yang sangat kaya. Yang lebih istimewa, banyak diantaranya yang transparan atau tembus cahaya disebabkan tingkat silisifikasi yang sempurna. Oleh karena itulah perburuan fosil kayu asal Banten selama puluhan tahun terus berlangsung.

Di wilayah Banten, fosil kayu tersebar dalam formasi-formasi batuan berumur Tersier, mulai dari sekitar 30 jutaan tahun hingga 2 juta tahun yang lalu, seperti Formasi Cimapag yang berkembang di bagian selatan, Formasi Honje yang tersebar di bagian barat atau Formasi Genteng di bagian tengah. Tapi dari beberapa formasi batuan tersebut, Formasi Genteng yang menutupi sekitar 75.000 ha. wilayah Banten merupakan tempat terdapatnya fosil kayu yang paling banyak. Penyebaran Formasi Batuan ini memanjang mulai dari Kecamatan Gunungkencana, Kecamatan Cirinten, bagian utara Kecamatan Bojongmanik, bagian selatan Kecamatan Leuwidamar, Kecamatan Cimarga, Kecamatan Sajira, Kecamatan Curugbitung, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Lebak menerus ke Kecamatan Solear, Keecamatan Cisoka, Kecamatan Tigaraksa, dan Kecamatan Cisauk Kabupaten Tangerang hingga ke Kabupaten Bogor meliputi beberapa tempat di Kecamatan Jasinga dan Cigudeg.  Dari areal seluas itu telah dikeluarkan fosil kayu dalam jumlah sangat besar, mungkin ribuan container dalam keadaan mentah (raw material) telah diekspor keberbagai negara pada tahun-tahun sebelum 2005. Ribuan ton masih teronggok di pengusaha pengrajin batu di wilayah Banten, Sukabumi dan Bogor, dan begitu banyak yang sudah menjadi barang dekoratif di rumah-rumah mewah atau perusahaan di dalam maupun luar negeri. Juga diyakini masih tersimpan dalam jumlah besar di perut bumi dalam berbagai ukuran.

Sebenarnya secara geografis, fosil kayu dapat ditemui di banyak tempat diseluruh penjuru dunia. Di beberapa negara fosil kayu dilindungi oleh pemerintah, seperti di Arizona ditempatkan dalam satu kawasan Taman Nasional, bahkan Thailand juga memiliki kawasan perlindungan fosil kayu atau Negara-negara lain seperti Brazil Australia dan beberapa negara Eropa. Di negara kita perlindungan fosil kayu baru dimulai di daerah sekitar Batang Merangin, Provinsi Jambi yang sedang diusung untuk menjadi anggota dari Global Geopark setelah berstatus sebagai Geopark Nasional sejak tahun 2014.  Pertanyaannya kemudian; apa yang bisa dilakukan oleh pemerintah Provinsi Banten sebagai upaya pelestarian fosil kayu yang keberadaannya cukup melimpah ini ?.

Seperti telah diulas bahwa fosil kayu di Banten, khususnya yang ditemukan dalam kelompok batuan Formasi Genteng, memiliki beberapa keistimewaan dari berbagai kriteria seperti warna, tingkat silisifikasi dan ukurannya. Hal ini sangat berkaitan erat dengan proses pembentukannya secara geologis yang secara ringkas dapat diuraikan sebagai berikut :

Pada awal Kala Pliosen atau sekitar 7 juta tahun yang lalu terjadi rangkaian kegiatan erupsi gunung api yang sangat besar (mungkin dlm beberapa periode letusan), sehingga areal hutan lebat yang terdapat diwilayah tersebut terkubur oleh endapan produk volkanik seperti tuf, lapilli yang tebal berkomposisi menengah-asam yang sangat kaya dengan senyawa silika (SiO2). Karena demikian dahsyatnya letusan hingga hutan tersebut bukan saja terkubur tapi juga sebagian terbakar hingga terarangkan karena terpapar aliran piroklastik bersuhu sangat tinggi. Setelah terkubur, proses pembentukan fosil kayu berjalan dalam ribuan, bahkan jutaan tahun. Dimulai dari pemadatan endapan, pembusukan material organik dari kayu yang terkubur hingga pengisian jejak kayu yang telah membusuk tersebut dengan material silika (replacement processes), dengan proses bertahap tersebut tekstur kayu tetap bertahan, maka jadilah fosil kayu yang terkersikkan atau kayu yang membatu atau “petrified wood”. Tidaklah heran masyarakat sekitar yang menemukan kemudian menamakannya sebagai batu sempur (batu dari pohon kayu sempur); pohon sempur ini termasuk sejenis tanaman kayu (Genus; Dilenia) yang pada masa lalu cukup popular sebagai bahan baku untuk bangunan rumah serta perabotannya.

                Tingkat silisifikasi atau pengisian material silika pada fosil kayu sangat tergantung pada tinggi rendahnya kadar senyawa SiO2 dalam batuan disekitarnya dan proses transportasi senyawa tersebut, dalam hal ini dikenal ada dua pendapat yang menjelaskan replacement silika kedalam jejak kayu, yaitu berupa pelindian (leaching) dan aktifitas hidrotermal.

Pelindian (leaching) SiO2 adalah proses terlarutnya senyawa SiO2 dalam air atau cairan, terjadi pada batuan yang sangat kaya SiO2 seperti tuf berkomposisi asam. Larutan ini bergerak sesuai gaya gravitasi melalui rongga antar butiran atau rekahan lalu tertahan dan terendapkan dalam ruang pada jejak kayu yang telah membusuk, juga kayu terarangkan yang cukup porous (berpori-pori). Proses ini berlangsung perlahan lahan selama ribuan atau jutaan tahun.

Aktifitas hidrotermal adalah fasa akhir dari proses pembekuan magma, dimana air atau cairan yang mengandung SiO2 dalam keadaan suhu tinggi (200oC – 500oC) tertekan keatas permukaan, bergerak melalui rekahan atau pori dalam batuan. Silika yang terlarut dapat terperangkap dan membeku di mana saja, termasuk di ruang yang ditinggalkan kayu yang membusuk. Air dengan larutan silika dan senyawa lainnya tersebut bisa berasal dari sisa pembekuan magma, atau sebagai air meteorit yang terpapar panas bersumber dari magma pada sebuah sistem vulkanis atau magmatis.

Fosil kayu asal Banten atau yang lebih popoler disebut sebagai batusempur, telah sejak lama diolah dijadikan berbagai benda dekoratif di rumah atau menjadi aksesoris karena disamping memliliki keunikan, juga memiliki keindahan yang sangat menarik. Tentu saja telah membangun nilai ekonomi tersendiri yang terkadang fantastis. Benda yang jenis dan kualitasnya beraneka ragam ini bisa bernilai jual hingga milyaran rupiah. Harga ini telah terbangun dengan sendirinya berdasarkan berbagai parameter, salah satunya yang paling berpengaruh adalah dari jenis bahan dasarnya dimana dikalangan pedagang dan pengrajin batusempur dikenal empat jenis yang utama yaitu; beledug, porselen, semi akik dan akik. Jenis-jenis ini dapat dikenali secara sederhana sebagai berikut :

  1. Batusempur beledug berpenampilan kusam, bila digosok (dipoles) tidak bisa mengkilap;
  2. Batusempur porselen apabila dipoles bisa mengkilap seperti poselen, tapi tidak tembus cahaya;
  3. Batusempur semi akik apabila dipoles maka sebagian akan berkilap seperti kilap kaca;
  4. Batusempur akik apabila dipoles maka hampir seluruhnya berkilap seperti kilap kaca dan tembus cahaya (transparan).

Dari keterangan proses terbentuknya fosil kayu terkersikkan diatas maka dapat dijelaskan kaiatan jenis batusempur dengan tingkat siisifikasi, dimana batusempur jenis akik mempunyai tingkat silisifikasi paling sempurna. Hal ini juga mencerminkan ketahanan dari batusempur karena batusempur beledug biasanya mempunyai tingkat kekerasan yang lebih rendah dibandingkan dengan  jenis lainnya, sementara batusempur akik memiliki sifat-sifat menyerupai mineral agate, yaitu mineral kelompok kuarsa yang terbangun dari mikrokristal SiO2

Batusempur juga beragam dalam hal warna dan corak dimana dikenal warna-warna dasar mulai putih, hitam, kuning, coklat, merah hingga kehijauan. Warna-warna tersebut tergantung dari unsur pengotor yang ada didalamnya, dimana warna-warna coklat dan kemerahan biasanya karena kandungn Fe (besi) danal bentuk oksida, sedangkan warna kehijauan berasal dari kandungan Cu (tembaga), dan warna hitam biasanya karena kayu tersebut terarangkan oleh sebuah peristiwa letusan gunung api.

Dari uraian singkat diatas disimpulkan bahwa keberadaan fosil kayu terkersikkan yang melimpah di wilayah Banten merupakan sebuah geodiversity (keragaman geologi) yang langka dan menjadi sangat menarik ketika fosil-fosil tersebut ditemukan dalam bentuk batangan pohon berdimensi panjang sampai puluhan meter, maka tidak ada kata lain selain “batusempur harus dilestarikan”. Geodiversity batusempur merupakan modal yang sangat kuat, bahkan dapat dijadikan andalan apabila satu saat nanti Provinsi Banten akan mengajukan penetapan Geopark atah Taman Bumi dan memasukannya ke dalam Jaringan Geopark Nasional maupun Global.

Daftar Pustaka

  • Tata Henda, 2015 Mengenal Batusempur dan Kalimaya, Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Banten.
  • Sutikno Bronto, 2012, Publikasi Khusus, Geologi Gunung Api Purba, Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;
  • Abidin, HZ., 2008, Fosil Kayu, Indikasi Kehidupan Prasejarah di Kubah Bayah, Warta Geologi vol 3, no.2, Badan Geologi Bandung;
  • Sujatmiko dan S. Santosa, 1992, Peta Geologi Lembar Leuwidamar, Jawa, skala 1 : 100.000, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi,
  • E. Rusmana, K. Suwitodirdjo dan Suharsono, 1991, Peta Geologi Lembar Serang, Jawa, skala 1 : 100.000, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi,
  • Annibale Mottana dkk, 1977, Simon & Schusters Guide to Rocks & Minerals;
  • Whitten, D.G.A., with Brooks, J.R.V., 1972, The Penguin Dictionary of Geology, Middlesex, England;

Share this Post